“I will round this Cape, even if I have to keep sailing until doomsday! (“Aku akan selalu mengarungi semenanjung ini, walaupun harus tetap terus berlayar sampai hari kiamat menjelang!”). Kalimat tersebut adalah sumpah Kapten Hendrik Van der Decken, membahana mengalahkan amukan badai laut di perairan Cape of Good Hope (Tanjung Harapan), Afrika Selatan, pada suatu hari yang kelam di tahun 1641. Jeritan sumpah serapah di tengah keputusasaan itu membangkitkan sebuah legenda yang hingga kini masih menjadi misteri besar dalam dunia pelayaran.
Bernard Fokke yang berjuluk Hendrik “van der Decken” adalah kapten kapal salah satu kapal dagang dari armada Dutch East India Company (Vereenigde Oost-indische Compagnie – VOC), di abad 17. Ia dikenal sebagai kapten kapal yang temperamental, pemabuk dan suka bertingkah aneh. Namun kemampuan dan keterampilannya dalam berlayar sangat mengagumkan. Keahlian inilah yang membuat armada VOC memercayakan sebuah kapal dagang di bawah komandonya.
Kapal Tercepat
Kapten Van der Decken memang menyisakan catatan khusus dalam armada VOC. Ia adalah sosok legendaris. Satu-satunya kapten kapal armada VOC yang mampu melakukan pelayaran tercepat dari Batavia (Jawa) ke Holland (Belanda).
Di antara sesama pelaut, ia digosipkan telah bersekutu dengan dunia gaib, sehingga kapalnya bisa berlayar sangat cepat dan mampu mendahului jadwal pelayaran yang sudah ditentukan. Tak ada kapal lain di masanya yang mampu menandingi kecepatan kapal yang dinakhodai Van der Decken.
Suatu hari di tahun 1641, kapal yang dinakhodai Van der Decken dalam pelayaran pulang ke Holland dari Batavia. Memasuki perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan, cuaca berubah. Langit mendadak hitam, angin bertiup kencang dari tenggara. Dengan cepat badai mengamuk di perairan ujung selatan Afrika, membawa angin tenggara dari Samudera Hindia.
Van der Decken berupaya menyisir laut menghindari terjangan angin dan gelombang laut yang mulai meninggi. Namun dalam satu upaya, angin keras yang berhembus tiba-tiba langsung merobek kain layar kapal. Sementara terjangan gelombang dan arus merusak kemudi kapal. Kapal segera terombang-ambing dipermainkan badai.
Kapten Van der Decken sudah mengupayakan semua keahliannya. Berjam-jam ia dan seluruh kru kapal berupaya menaklukkan badai, namun upayanya sia-sia. Alam sedang mengamuk!
Bagai sebuah busa yang terapung di samudera luas, kapal besar bertiang tiga itu dipermainkan gelombang dan angin. Terkatung-katung tanpa daya. Di tengah keputusasaannya, Van der Decken pun menyumpahi langit dan bumi.
Menurut legenda, ia kemudian mengamuk dan menantang integritas Yang Maha Kuasa. Ia mengucapkan sebuah sumpah yang membangkitkan kekuatan kegelapan. Saat mendengar suara badan kapal menghantam karang, Van der Decken semakin menggila. Ia mengucapkan sumpah terakhirnya: “I will round this Cape even if I have to keep sailing until doomsday!” Dan sebuah kutukan pun terwujud.
Sejak itu kapal yang dinakhodai Van der Decken tidak pernah kembali ke Belanda. Dalam catatan pelayaran, ia juga tak pernah berlabuh di dermaga manapun di seluruh dunia. Catatan dokumen VOC di pertengahan abad 17 menyebutkan bahwa kapal itu dilaporkan hilang dalam pelayaran dari Batavia menuju Holland saat mengangkut rempah-rempah. Diduga tenggelam akibat badai di perairan Starndfontein, wilayah pantai Cape Town, Afrika Selatan.
Namun, selama tiga ratus enam puluh enam tahun sejak peristiwa itu, ratusan laporan mengalir dari ribuan saksi mata yang menyebutkan melihat penampakan kapal itu berlayar di sekitar Tanjung Harapan. kapal hantu yang kemudian melegenda sebagai Flying Dutchman!
Bernard Fokke yang berjuluk Hendrik “van der Decken” adalah kapten kapal salah satu kapal dagang dari armada Dutch East India Company (Vereenigde Oost-indische Compagnie – VOC), di abad 17. Ia dikenal sebagai kapten kapal yang temperamental, pemabuk dan suka bertingkah aneh. Namun kemampuan dan keterampilannya dalam berlayar sangat mengagumkan. Keahlian inilah yang membuat armada VOC memercayakan sebuah kapal dagang di bawah komandonya.
Kapal Tercepat
Kapten Van der Decken memang menyisakan catatan khusus dalam armada VOC. Ia adalah sosok legendaris. Satu-satunya kapten kapal armada VOC yang mampu melakukan pelayaran tercepat dari Batavia (Jawa) ke Holland (Belanda).
Di antara sesama pelaut, ia digosipkan telah bersekutu dengan dunia gaib, sehingga kapalnya bisa berlayar sangat cepat dan mampu mendahului jadwal pelayaran yang sudah ditentukan. Tak ada kapal lain di masanya yang mampu menandingi kecepatan kapal yang dinakhodai Van der Decken.
Suatu hari di tahun 1641, kapal yang dinakhodai Van der Decken dalam pelayaran pulang ke Holland dari Batavia. Memasuki perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan, cuaca berubah. Langit mendadak hitam, angin bertiup kencang dari tenggara. Dengan cepat badai mengamuk di perairan ujung selatan Afrika, membawa angin tenggara dari Samudera Hindia.
Van der Decken berupaya menyisir laut menghindari terjangan angin dan gelombang laut yang mulai meninggi. Namun dalam satu upaya, angin keras yang berhembus tiba-tiba langsung merobek kain layar kapal. Sementara terjangan gelombang dan arus merusak kemudi kapal. Kapal segera terombang-ambing dipermainkan badai.
Kapten Van der Decken sudah mengupayakan semua keahliannya. Berjam-jam ia dan seluruh kru kapal berupaya menaklukkan badai, namun upayanya sia-sia. Alam sedang mengamuk!
Bagai sebuah busa yang terapung di samudera luas, kapal besar bertiang tiga itu dipermainkan gelombang dan angin. Terkatung-katung tanpa daya. Di tengah keputusasaannya, Van der Decken pun menyumpahi langit dan bumi.
Menurut legenda, ia kemudian mengamuk dan menantang integritas Yang Maha Kuasa. Ia mengucapkan sebuah sumpah yang membangkitkan kekuatan kegelapan. Saat mendengar suara badan kapal menghantam karang, Van der Decken semakin menggila. Ia mengucapkan sumpah terakhirnya: “I will round this Cape even if I have to keep sailing until doomsday!” Dan sebuah kutukan pun terwujud.
Sejak itu kapal yang dinakhodai Van der Decken tidak pernah kembali ke Belanda. Dalam catatan pelayaran, ia juga tak pernah berlabuh di dermaga manapun di seluruh dunia. Catatan dokumen VOC di pertengahan abad 17 menyebutkan bahwa kapal itu dilaporkan hilang dalam pelayaran dari Batavia menuju Holland saat mengangkut rempah-rempah. Diduga tenggelam akibat badai di perairan Starndfontein, wilayah pantai Cape Town, Afrika Selatan.
Namun, selama tiga ratus enam puluh enam tahun sejak peristiwa itu, ratusan laporan mengalir dari ribuan saksi mata yang menyebutkan melihat penampakan kapal itu berlayar di sekitar Tanjung Harapan. kapal hantu yang kemudian melegenda sebagai Flying Dutchman!
Kapal Hantu di Tanjung Harapan
Musim panas bulat Maret 1939 di False Bay, kawasan pantai Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Sekitar 60 turis sedang berjemur di pantai Glencairn, sebuah pantai wisata berpasir putih di Cape Town. Udara panas siang itu memantulkan tabir uap air di atas lautan. Memberikan nuansa laut yang lain.
Tiba-tiba keasyikan menikmati panorama pantai terhenti manakala dari balik tabir uap air di lautan muncul sebuah noktah. Orang-orang mulanya tak menghiraukan, sampai akhirnya noktah itu semakin mendekat dan menampakkan wujudnya. Puluhan pasang mata terpaku pada penampakan sebuah kapal kayu berukuran besar dengan tiga layar, melaju dekat pantai.
Tepuk tangan riuh dan keheranan berbaur dengan kegembiraan keenampuluh kepala yang menyaksikan pelayaran kapal kuno itu. Dengan kecepatan penuh, kapal itu melintas menuju Muizenberg walau angin tak berhembus kencang di kawasan itu. Setelah sekian lama terlihat, kapal terseubt kemudian hilang di gugus perairan berkarang.
Keenampuluh saksi mata itu kemudian ramai membicarakan penampakan kapal kuno itu. Tadinya mereka berpikir itu adalah bagian dari atraksi wisata, namun kemudian otoritas setempat mengatakan bahwa tak ada pelayaran (replika) kapal kuno abad 17 di kawasan itu. Dan kapal-kapal kayu jenis kapal dagang VOC model pertama sudah hampir seratus tahun tidak beroperasi lagi di perairan dunia.
Kesaksian enam puluh turis ini kemudian diberkaskan dalam dokumen bertanda X. Artinya sebuah fenomena yang tak terjelaskan. Para saksi mata yakin betul bahwa mereka telah melihat sebuah kapal dagang kuno, bertiang tiga, dengan buritan yang lebar dan tinggi, serta haluan yang menjorok dan lancip. Berlayar dengan kecepatan penuh di perairan Glencairn.
Musim panas bulat Maret 1939 di False Bay, kawasan pantai Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Sekitar 60 turis sedang berjemur di pantai Glencairn, sebuah pantai wisata berpasir putih di Cape Town. Udara panas siang itu memantulkan tabir uap air di atas lautan. Memberikan nuansa laut yang lain.
Tiba-tiba keasyikan menikmati panorama pantai terhenti manakala dari balik tabir uap air di lautan muncul sebuah noktah. Orang-orang mulanya tak menghiraukan, sampai akhirnya noktah itu semakin mendekat dan menampakkan wujudnya. Puluhan pasang mata terpaku pada penampakan sebuah kapal kayu berukuran besar dengan tiga layar, melaju dekat pantai.
Tepuk tangan riuh dan keheranan berbaur dengan kegembiraan keenampuluh kepala yang menyaksikan pelayaran kapal kuno itu. Dengan kecepatan penuh, kapal itu melintas menuju Muizenberg walau angin tak berhembus kencang di kawasan itu. Setelah sekian lama terlihat, kapal terseubt kemudian hilang di gugus perairan berkarang.
Keenampuluh saksi mata itu kemudian ramai membicarakan penampakan kapal kuno itu. Tadinya mereka berpikir itu adalah bagian dari atraksi wisata, namun kemudian otoritas setempat mengatakan bahwa tak ada pelayaran (replika) kapal kuno abad 17 di kawasan itu. Dan kapal-kapal kayu jenis kapal dagang VOC model pertama sudah hampir seratus tahun tidak beroperasi lagi di perairan dunia.
Kesaksian enam puluh turis ini kemudian diberkaskan dalam dokumen bertanda X. Artinya sebuah fenomena yang tak terjelaskan. Para saksi mata yakin betul bahwa mereka telah melihat sebuah kapal dagang kuno, bertiang tiga, dengan buritan yang lebar dan tinggi, serta haluan yang menjorok dan lancip. Berlayar dengan kecepatan penuh di perairan Glencairn.
Penampakan Lain
Penampakan kapal hantu di Glencairn bukanlah yang pertama. Sebelumnya, sejumlah kesaksian tentang kemunculan kapal yang sama sudah beberapakali dilaporkan.
Sebuah laporan militer bertahun 1823, tercatat dokumen aneh dari log pelayaran kapal perang Angkatan Laut Inggris HMS Leven. Disebutkan bahwa kapal tempur ini melaporkan dua kali penampakan kapal misteirus di perairan Tanjung Harapan. Kapal tersebut modelnya sangat kuno dan mencoba membuka komunikasi. Namun karena berada di perairan berbahaya, Kapten Owen yang mengomando HMS Leven mengabaikan kapal misterius itu.
Pada 1835, R Montgomery Martin, melaporkan kapalnya berpapasan dengan kapal hantu dari abad ke-17 di sekitar perairan Afrika Selatan. Menyusul pada 1879, kapal uap SS Pretoria mengubah arah pelayarannya setelah sejumlah besar penumpang dan kru kapal melihat cahaya tanda bahaya dari sebuah kapal misterius. Namun, saat didekati kapal itu ternyata tidak ada.
Pada 11 Juli 1881, kru kapal perang Angkatan Laut Inggris HMS Bacchante melaporkan penampakan kapal kuno abad 17. Saat itu kapal perang Inggris tersebut sedang berlayar di lepas pantai Afrika Selatan. Tiba-tiba sebuah kapal dagang berbendera VOC melintas di jalur pelayaran mereka di perairan Tanjung Harapan.
Saat itu Pangeran George V selaku perwira kapal (sebelum menjadi Raja Inggris) mencatat dalam log pelayaran mereka: sebuah kapal dengan lampu merah yang berkilau berlayar sangat dengan dengan gugus karang, sekitar 200 yard dari posisi kapal HMS Bacchante.
The British South Africa Annual pada 1939 dalam rilis mereka di sebuah suratkabar menyebutkan, sebuah kapal kuno misterius muncul mendadak di perairan pantai Glencairn. Kapal itu terlihat beberapa saat sebelum akhirnya menghilang tiba-tiba.
Catatan lain berasal dari dokumen Admiral Karl Doenitz yang mencatat bahwa sejumlah kru armada kapal selam U-Boat NAZI-Jerman pada masa Perang Dunia II, melaporkan penampakan kapal misterius. Saat menikmati plesir di pantai Afrika Selatan, mereka melihat sebuah kapal kuno abad ke-17 berlayar cepat di perairan dekat pantai. Namun kapal itu tiba-tiba menghilang di dekat gugus karang.
Pada 3 Agustus 1942, kapal perang Inggris HMS Jubilee yang dalam pelayaran menuju pangkalan militer di Simonstown, dekat Cape Town, mendeteksi sebuah kapal aneh. Pada pukul 9 malam, dua perwira kapal yang bertugas jaga (Davies dan Nicholas Monsarrat) melihat kapal aneh itu memendarkan sinar mendekati pantai.
HMS Junilee kemudian memberi kode pada kapal tersebut, namun tidak direspons. Kapal itu melaju dengan kekuatan penuh mendekati pantai walau angin tak bertiup. Jubilee kemudian bersiap melakukan penyergapan, namun kapal aneh itu tiba-tiba menghilang. Sejumlah catatan penampakan lain juga masih menyisakan tanda tanya besar. Citra apa yang sebenarnya mereka lihat? Apakah kapal hantu The Flying Dutchman benar-benar nyata?
Penampakan kapal hantu di Glencairn bukanlah yang pertama. Sebelumnya, sejumlah kesaksian tentang kemunculan kapal yang sama sudah beberapakali dilaporkan.
Sebuah laporan militer bertahun 1823, tercatat dokumen aneh dari log pelayaran kapal perang Angkatan Laut Inggris HMS Leven. Disebutkan bahwa kapal tempur ini melaporkan dua kali penampakan kapal misteirus di perairan Tanjung Harapan. Kapal tersebut modelnya sangat kuno dan mencoba membuka komunikasi. Namun karena berada di perairan berbahaya, Kapten Owen yang mengomando HMS Leven mengabaikan kapal misterius itu.
Pada 1835, R Montgomery Martin, melaporkan kapalnya berpapasan dengan kapal hantu dari abad ke-17 di sekitar perairan Afrika Selatan. Menyusul pada 1879, kapal uap SS Pretoria mengubah arah pelayarannya setelah sejumlah besar penumpang dan kru kapal melihat cahaya tanda bahaya dari sebuah kapal misterius. Namun, saat didekati kapal itu ternyata tidak ada.
Pada 11 Juli 1881, kru kapal perang Angkatan Laut Inggris HMS Bacchante melaporkan penampakan kapal kuno abad 17. Saat itu kapal perang Inggris tersebut sedang berlayar di lepas pantai Afrika Selatan. Tiba-tiba sebuah kapal dagang berbendera VOC melintas di jalur pelayaran mereka di perairan Tanjung Harapan.
Saat itu Pangeran George V selaku perwira kapal (sebelum menjadi Raja Inggris) mencatat dalam log pelayaran mereka: sebuah kapal dengan lampu merah yang berkilau berlayar sangat dengan dengan gugus karang, sekitar 200 yard dari posisi kapal HMS Bacchante.
The British South Africa Annual pada 1939 dalam rilis mereka di sebuah suratkabar menyebutkan, sebuah kapal kuno misterius muncul mendadak di perairan pantai Glencairn. Kapal itu terlihat beberapa saat sebelum akhirnya menghilang tiba-tiba.
Catatan lain berasal dari dokumen Admiral Karl Doenitz yang mencatat bahwa sejumlah kru armada kapal selam U-Boat NAZI-Jerman pada masa Perang Dunia II, melaporkan penampakan kapal misterius. Saat menikmati plesir di pantai Afrika Selatan, mereka melihat sebuah kapal kuno abad ke-17 berlayar cepat di perairan dekat pantai. Namun kapal itu tiba-tiba menghilang di dekat gugus karang.
Pada 3 Agustus 1942, kapal perang Inggris HMS Jubilee yang dalam pelayaran menuju pangkalan militer di Simonstown, dekat Cape Town, mendeteksi sebuah kapal aneh. Pada pukul 9 malam, dua perwira kapal yang bertugas jaga (Davies dan Nicholas Monsarrat) melihat kapal aneh itu memendarkan sinar mendekati pantai.
HMS Junilee kemudian memberi kode pada kapal tersebut, namun tidak direspons. Kapal itu melaju dengan kekuatan penuh mendekati pantai walau angin tak bertiup. Jubilee kemudian bersiap melakukan penyergapan, namun kapal aneh itu tiba-tiba menghilang. Sejumlah catatan penampakan lain juga masih menyisakan tanda tanya besar. Citra apa yang sebenarnya mereka lihat? Apakah kapal hantu The Flying Dutchman benar-benar nyata?
Antara Fiksi dan Kenyataan
Masih segar dalam ingatan tentang film box office Pirates of The Carribean: Dead Man’s Chest (2006) dan Pirates of The Carribean: At World’s End (2007). Dalam kedua film itu ada sebuah kapal yang bernama Flying Dutchman yang diadaptasi dari legenda kapal hantu Belanda. Namun film itu berbeda dengan kisah legenda kapal hantu yang tetap dikenang di Eropa.
Legenda kapal hantu ini sebenarnya berakar dari kisah dari Abad Pertengahan tentang seorang pelaut bernama Kapten Falkenburg. Sang kapten dikutuk untuk terus berlayar ke Laut Utara sampai hari kiamat. Hal itu terjadi akibat sumpahnya dan persekutuan dengan iblis yang dibayar dengan jiwanya. Sejak itu kapal sang kapten dilaporkan lenyap dari dunia nyata, namun tetap berlayar di lautan sebagai kapal hantu.
Legenda ini kemudian menggunakan karakter pelaut lain di abad 17. Seorang kapten kapal dagang VOC bernama Bernard Fokke yang dilaporkan hilang di perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Fokke dikenal sesama pelaut atas kecepatan kapalnya yang luar biasa dalam pelayaran Holland (Belanda) ke Batavia (Jawa), melampaui kecepatan kapal-kapal di zamannya. Ia diduga melakukan persekutuan dengan iblis untuk memungkinkan bantuan setan mendorong kapalnya, demi meningkatkan kecepatan walau saat angin tak berhembus.
Namun Kapten Bernard Fokke yang berjuluk Hendrik “van der Decken” dilaporkan hilang di Tanjung Harapan pada 1641 bersama kapal dan seluruh krunya. Diduga ia dikutuk untuk terus mengarungi samudera sampai hari kiamat.
Legenda Flying Dutchman ini sangat menarik minat publik, bahkan sudah diramu menjadi novel, drama, dan opera. Penyair Inggris Samuel Taylor Coleridge mengadaptasinya dalam buku “The Rime of The Ancient Mariner” (1798). Lalu seorang komposer Jerman Richard Wagner mengadaptasi cerita tersebut dalam pertunjukan opera The Flying Dutchman (1843). Dan sejumlah literatur lain banyak yang terinspirasi dari legenda ini.
Misteri
Sementara itu dalam dokumen militer Belanda, Inggris dan Jerman, terselip laporan mengenai penampakan kapal aneh misterius yang disebut “Flying Dutchman” di sekitar perairan Tanjung Harapan. Bahkan di abad 21 penampakan itu masih juga terjadi.
Bukan hanya militer, ribuan laporan sipil juga mengacu pada kapal aneh yang sama. Berdasarkan kesaksian dan laporan ini, sejumlah peneliti menyimpulkan bahwa kemungkinan besar penampakan kapal itu hanyalah fenomena alam saja. Teori yang paling mengemuka adalah mengenai fenomena fatamorgana.
Prinsipnya begini: berdasarkan posisi pengamatan terhadap kapal hantu itu di siang hari, kemungkinan besar terjadi akibat bias udara panas. Saat panas begitu memuncak, laut akan memantulkan uap serupa gas yang membentuk tabir. Tabir uap ini bersifat transparan, namun bisa memantulkan dan membias bayangan obyek di kejauhan menjadi seolah dekat. Inilah fenomena fatamorgana.
Kemungkinan, Flying Dutchman yang dilihat orang dari pantai di siang hari terjadi akibat peristiwa ini. Artinya objek kapal dikejauhan seolah tercitra menjadi kapal besar samar yang tiba-tiba muncul di dekat pantai.
Namun teori ini disangggah, karena fatamorgana tak akan mampu mencitrakan bayangan obyek secara utuh. Dan fatamorgana biasanya hanya memengaruhi satu orang. Tetapi ada laporan 60 saksi mata pada tempat dan jam yang sama melaporkan satu penampakan yang sama, walau mereka diperiksa secara terpisah (peristiwa di Glencairn).
Seorang saksi mata dari antara 60 orang dalam penampakan di Gelncairn, Mrs Helene Tydell membuat pernyataan dalam interview : “Let the skeptics say what they will, that ship was none other than the Flying Dutchman.” Terserah kaum skeptis mau bilang apa, tetapi kapal(yang kami lihat) tak lain tak bukan adalah Flying Dutchman.
Lagi pula kelemahan teori ini adalah, bagaimana sejumlah saksi mata (bahkan secara beramai-ramai) dari tahun dan abad yang berbeda, bisa memapar detail kapal tersebut? Gambaran para saksi mata ini jelas mengacu pada kapal yang sama.
Misteri Flying Dutchman tidak pernah terungkap hingga kini. Banyak yang percaya bahwa legenda ini memang benar-benar nyata. Mereka percaya ada kekuatan kegelapan yang misterius berbaur dalam fenomena ini.
Masih segar dalam ingatan tentang film box office Pirates of The Carribean: Dead Man’s Chest (2006) dan Pirates of The Carribean: At World’s End (2007). Dalam kedua film itu ada sebuah kapal yang bernama Flying Dutchman yang diadaptasi dari legenda kapal hantu Belanda. Namun film itu berbeda dengan kisah legenda kapal hantu yang tetap dikenang di Eropa.
Legenda kapal hantu ini sebenarnya berakar dari kisah dari Abad Pertengahan tentang seorang pelaut bernama Kapten Falkenburg. Sang kapten dikutuk untuk terus berlayar ke Laut Utara sampai hari kiamat. Hal itu terjadi akibat sumpahnya dan persekutuan dengan iblis yang dibayar dengan jiwanya. Sejak itu kapal sang kapten dilaporkan lenyap dari dunia nyata, namun tetap berlayar di lautan sebagai kapal hantu.
Legenda ini kemudian menggunakan karakter pelaut lain di abad 17. Seorang kapten kapal dagang VOC bernama Bernard Fokke yang dilaporkan hilang di perairan Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Fokke dikenal sesama pelaut atas kecepatan kapalnya yang luar biasa dalam pelayaran Holland (Belanda) ke Batavia (Jawa), melampaui kecepatan kapal-kapal di zamannya. Ia diduga melakukan persekutuan dengan iblis untuk memungkinkan bantuan setan mendorong kapalnya, demi meningkatkan kecepatan walau saat angin tak berhembus.
Namun Kapten Bernard Fokke yang berjuluk Hendrik “van der Decken” dilaporkan hilang di Tanjung Harapan pada 1641 bersama kapal dan seluruh krunya. Diduga ia dikutuk untuk terus mengarungi samudera sampai hari kiamat.
Legenda Flying Dutchman ini sangat menarik minat publik, bahkan sudah diramu menjadi novel, drama, dan opera. Penyair Inggris Samuel Taylor Coleridge mengadaptasinya dalam buku “The Rime of The Ancient Mariner” (1798). Lalu seorang komposer Jerman Richard Wagner mengadaptasi cerita tersebut dalam pertunjukan opera The Flying Dutchman (1843). Dan sejumlah literatur lain banyak yang terinspirasi dari legenda ini.
Misteri
Sementara itu dalam dokumen militer Belanda, Inggris dan Jerman, terselip laporan mengenai penampakan kapal aneh misterius yang disebut “Flying Dutchman” di sekitar perairan Tanjung Harapan. Bahkan di abad 21 penampakan itu masih juga terjadi.
Bukan hanya militer, ribuan laporan sipil juga mengacu pada kapal aneh yang sama. Berdasarkan kesaksian dan laporan ini, sejumlah peneliti menyimpulkan bahwa kemungkinan besar penampakan kapal itu hanyalah fenomena alam saja. Teori yang paling mengemuka adalah mengenai fenomena fatamorgana.
Prinsipnya begini: berdasarkan posisi pengamatan terhadap kapal hantu itu di siang hari, kemungkinan besar terjadi akibat bias udara panas. Saat panas begitu memuncak, laut akan memantulkan uap serupa gas yang membentuk tabir. Tabir uap ini bersifat transparan, namun bisa memantulkan dan membias bayangan obyek di kejauhan menjadi seolah dekat. Inilah fenomena fatamorgana.
Kemungkinan, Flying Dutchman yang dilihat orang dari pantai di siang hari terjadi akibat peristiwa ini. Artinya objek kapal dikejauhan seolah tercitra menjadi kapal besar samar yang tiba-tiba muncul di dekat pantai.
Namun teori ini disangggah, karena fatamorgana tak akan mampu mencitrakan bayangan obyek secara utuh. Dan fatamorgana biasanya hanya memengaruhi satu orang. Tetapi ada laporan 60 saksi mata pada tempat dan jam yang sama melaporkan satu penampakan yang sama, walau mereka diperiksa secara terpisah (peristiwa di Glencairn).
Seorang saksi mata dari antara 60 orang dalam penampakan di Gelncairn, Mrs Helene Tydell membuat pernyataan dalam interview : “Let the skeptics say what they will, that ship was none other than the Flying Dutchman.” Terserah kaum skeptis mau bilang apa, tetapi kapal(yang kami lihat) tak lain tak bukan adalah Flying Dutchman.
Lagi pula kelemahan teori ini adalah, bagaimana sejumlah saksi mata (bahkan secara beramai-ramai) dari tahun dan abad yang berbeda, bisa memapar detail kapal tersebut? Gambaran para saksi mata ini jelas mengacu pada kapal yang sama.
Misteri Flying Dutchman tidak pernah terungkap hingga kini. Banyak yang percaya bahwa legenda ini memang benar-benar nyata. Mereka percaya ada kekuatan kegelapan yang misterius berbaur dalam fenomena ini.
_____
Sekian Legendanya, Kita Tidak Peelu Percaya Akan Hal-Hal Yang Aneh
Sekian Legendanya, Kita Tidak Peelu Percaya Akan Hal-Hal Yang Aneh
Tetap Andalkan Tuhan Dalam Segala Pekerjaan Anda. Dan Semoga Sukses
Trimzz
No comments:
Post a Comment
Berikalah Komentar yang Selayaknya, Agar Baik Jika Dibaca.
Pemberian Komentar Tidak Dibatasi, Berikan Saran, atau Permintaan.
*Jika Anda Tidak Memiliki OpenID, Anda Bisa Berkomentar Via Facebook, Kolomnya Tersedia Dibawah Kolom Komentar OpenID*